Hollywood Menghadapi Realitas Keibuan: Gelombang Thriller Baru

0
65

Hollywood semakin menggambarkan peran sebagai ibu bukan sebagai pengalaman yang membahagiakan, namun sebagai potensi turunnya tekanan psikologis dan hilangnya identitas. Film terbaru seperti Nightbitch, If I Had Legs I’d Kick You, dan Die My Love adalah bagian dari tren film thriller pascapersalinan yang sedang berkembang yang menawarkan penggambaran yang sangat jujur, dan sering kali meresahkan, tentang tantangan yang dihadapi para ibu modern. Film-film ini lebih dari sekadar penggambaran romantis, tetapi juga mengeksplorasi perasaan terisolasi, frustrasi, dan kehilangan diri yang menyertai peran sebagai orang tua, terutama dalam konteks masyarakat yang seringkali kurang mendapat dukungan yang memadai.

Bangkitnya Thriller Pascapersalinan

Die My Love, yang dibintangi Jennifer Lawrence, adalah film terbaru yang mengikuti gelombang ini. Penampilan Lawrence sebagai Grace, seorang ibu baru yang bergulat dengan depresi pasca melahirkan, mendapat pujian luas, dan pasti akan memicu perbincangan lebih lanjut. Film ini mengikuti Grace dan pasangannya, Jackson (Robert Pattinson), saat mereka pindah ke kampung halaman Jackson yang terpencil, di mana dia akan bekerja dan dia akan merawat putra mereka yang baru lahir. Saat Jackson semakin menjauh, Grace mulai terurai, merasa terjebak dan kehilangan kesadaran dirinya dalam batasan peran barunya.

Tren ini mendapatkan momentumnya lebih awal dengan Nightbitch tahun 2023, di mana Amy Adams berperan sebagai seorang ibu yang benar-benar berubah menjadi anjing liar sebagai mekanisme untuk mengatasi tugas orang tua yang membebani, dan If I Had Legs I’d Kick You, sebuah penggambaran mengerikan tentang seorang terapis Long Island yang berjuang untuk merawat putrinya sambil berjuang melawan isolasi dan gangguan mental. Film-film ini memiliki tema yang sama: peran sebagai ibu sebagai kekuatan yang dapat menghilangkan identitas perempuan dan membuatnya merasa kehilangan dan putus asa.

Sebuah Refleksi Masyarakat

Kemunculan film-film ini bertepatan dengan pemahaman masyarakat yang lebih luas mengenai tantangan yang dihadapi para orang tua, khususnya para ibu. Pembatalan Roe v. Wade pada Juni 2022 memicu lonjakan film “horor tubuh kehamilan” yang mengeksplorasi tema kehamilan paksa dan hilangnya kendali atas tubuh seseorang. Namun, kengerian sebenarnya bagi banyak ibu tidak hanya sekedar kehamilan dan persalinan. Akses aborsi semakin berkurang di seluruh negeri, jumlah perempuan yang meninggalkan dunia kerja mencapai rekor tertinggi karena tingginya biaya pengasuhan anak dan mandat untuk kembali ke kantor, dan bahkan usulan untuk mendorong persalinan dibarengi dengan kebijakan yang mengurangi dukungan penting bagi keluarga pekerja.

Beban tidak proporsional yang ditanggung para ibu di lingkungan ini tidak luput dari perhatian. Para pembuat film perempuan semakin banyak menggunakan platform mereka untuk menghadapi kenyataan ini, bergerak melampaui penggambaran ideal tentang peran sebagai ibu untuk menampilkan emosi mentah dan dampak psikologis yang dapat ditimbulkannya.

Lebih Dari Sekadar Nihilisme: Menjelajahi Spektrum Keibuan

Film-film ini tidak selalu mendukung pandangan suram tentang peran sebagai orang tua. Sebaliknya, mereka mencerminkan sebuah kebenaran: menjadi ibu itu rumit. Seperti manusia lainnya, ibu membutuhkan koneksi, stimulasi, dan hak pilihan. Apabila kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, dampaknya akan sangat besar.

Nightbitch pada akhirnya menawarkan jalan menuju mendapatkan kembali identitas, dengan protagonis menemukan kebebasan dengan merangkul dirinya yang memiliki banyak segi. Jika Saya Punya Kaki, Saya Akan Menendang Anda menghadirkan resolusi yang kurang optimis, yang mencerminkan kenyataan yang seringkali sulit dalam menjalani peran sebagai orang tua di bawah tekanan yang sangat besar. Die My Love menampilkan rasa frustrasi dan keputusasaan mendalam dari seorang wanita yang berjuang untuk mempertahankan kewarasannya dalam batas-batas peran sebagai ibu, dengan momen-momen humor gelap yang menggarisbawahi emosi yang meluap-luap.

Salah satu adegan yang sangat mencolok dalam Die My Love, saat Grace menghancurkan produk kamar mandi dan menarik kukunya ke dinding, dengan kuat menggambarkan emosi terpendam yang diakibatkan oleh kebutuhan yang tidak terpenuhi. Adegan ini menarik karena menggambarkan dorongan utama untuk melepaskan tekanan frustrasi yang sangat besar—perasaan yang dirasakan oleh banyak orang tua.

Meskipun film-film tersebut mungkin menggambarkan spektrum pengalaman yang menantang, film-film tersebut berfungsi sebagai pengingat penting bahwa menjadi ibu bukan hanya tentang kebahagiaan. Sebaliknya, mereka menawarkan gambaran yang kompleks dan berbeda mengenai pengalaman mendasar manusia—pengalaman yang menuntut pengakuan, dukungan, dan kemauan untuk menghadapi aspek-aspek gelapnya.

Pada akhirnya, film thriller pascapersalinan ini lebih dari sekadar hiburan; mereka adalah cermin budaya yang merefleksikan kegelisahan dan perjuangan para ibu modern, dan sebuah seruan bagi masyarakat yang lebih mampu mendukung perempuan yang menanggung beban tersebut.